Sejak 1964, sambutan Hari Gawai atau yang juga dikenal sebagai Gawai Dayak dirayakan oleh masyarakat Iban dan Bidayuh di Sarawak. Perayaan ini dibuat pada akhir bulan Mei atau awal bulan Juni sebagai tanda tamatnya musim menuai padi. Sama ada di desa atau bandar, pesta ini disambut dengan meriah sekali disertai persembahan tarian dan minuman tuak atau arak beras. Jenis-jenis Hari Gawai yang lain termasuk Gawai Batu (padi mulai ditanam), Gawai Burung (perayaan yang dikaitkan dengan sesuatu tanda atau mimpi yang tidak baik), Gawai Bersimpan (kesyukuran setelah padi selesai dituai) dan Gawai Antu (perayaan untuk roh orang-orang yang sudah meninggal dunia).
Pada Hari Gawai, satu puisi khas akan dibacakan sebelum bahan persembahan yang terdiri dari pelbagai jenis makanan dan air tuak direnjiskan (ditetesi) darah ayam untuk dipersembahkan kepada Dewa Padi dan Kekayaan. Bahan persembahan yang basah dengan darah ayam jantan itu dianggap sebagai pembuka resmi Pesta Gawai.
Secara tradisinya, pokok istiadat akan dibawa masuk dan diletakkan di serambi rumah panjang. Kemudiannya, setelah orang-orang berkumpul, Pesta Gawai dirayakan dengan makanan dan minuman tuak disertai dengan keunikan tarian Ngajat Lesong. Di dalam tarian, kekuatan penari akan dibuktikan di mana gigi digunakan untuk mengangkat lesung yang digunakan untuk menumbuk padi.
Ketika perayaan Gawai, perhiasan tradisional Orang Ulu yang dibuat dari manik-manik yang tidak ternilai harganya karena diwarisi turun temurun akan dipakai untuk dipamerkan. Perhiasan perak juga akan dikenakan oleh anak dara orang Iban agar kecantikan paras rupa mereka dapat ditonjolkan. Akhirnya, Pesta Gawai dianggap berakhir apabila pokok istiadat dibuang.
No comments:
Post a Comment