Pada kelas Indonesia yang lalu, saya telah ditugaskan untuk mencari informasi tentang Mr. Prof. Muhammad Yamin. Dia lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada 24 Agustus 1903. Pada tahun 1920-an. Yamin memulai karir sebagai seorang penulis. Karya-karya pertamanya ditulis dalam bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda. Karya-karyanya yang awal masih terikat kepada kata-kata lama bahasa Melayu Klasik. Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kalinya sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air ; Sumatera.
Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu yang pertama yang pernah diterbitkan. Pada 28 Oktober 1928, himpunan yang kedua, Tumpah Darahku telah dihasilkan. Karya ini amat penting dari segi sejarah karena pada waktu itulah, Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk mengakui satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Pada tahun1928 pula, dramanya yang bertajuk “Ken Arok dan Ken Dedes” yang berdasarkan sejarah Jawa muncul. Walaupun Yamin menguji kaji bahasa dalam puisi-puisinya, dia masih lebih menepati norma-norma klasik bahasa Melayu, dibandingkan dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Dia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah dan puisi yang lain, serta juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.
Yamin juga terlibat di dalam bidang politik. Pada tahun1932, Yamin telah memperoleh ijazah dalam bidang hukum di Jakarta. Kemudian, di antara tahun1932-1924, dia bekerja dalam bidang hukum Internasional di Jakarta. Selepas itu, pada tahun1928, Kongres Pemuda II menetapkan bahasa Indonesia, sebagai bahasa gerakan nasionalis Indonesia. Melalui pertubuhan Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya bahasa Indonesia dijadikan asas untuk sebuah bahasa kebangsaan.
Semasa pendudukan Jepang, yaitu antara tahun 1942 dan 1945, Yamin bertugas di Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), yaitu sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Kemudian, pada tahun 1945, dia mencadangkan bahwa sebuah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) diasaskan serta juga bahwa negara yang baru harus merangkumi Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta juga kesemua wilayah Hindia Belanda. Sukarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong Yamin. Yamin kemudian dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahan Sukarno.
Akhirnya, Yamin meninggal di Jakarta, pada 17 Oktober 1962 ketika dia berumur 59 tahun, dan dimakamkan di Talawi, Sawahlunto.